Hama biasanya berupa serangga kecil-kecil atau kutu. Tapi hama tidak
hanya itu serangga saja. Serangga bisa berupa hewan/binatang lain yang
ukurannya besar. Mungkin binatang ini dulunya bukan hama atau justru
untuk sebagian orang adalah sumber penghasilan dan tabungan. Tapi
kadang-kadang jika dilihat dari ‘kacamata’ orang kebun, ada binatang
‘baru’ yang sekarang jadi hama cukup serius di kebun sawit: sapi.
Sawit TBM 3 yang merana karena diserang hama sapi. Perhatikan daun-daun yang bawah sudah habis dimakan sapi.
Beberapa tahun yang lalu Deptan meluncurkan program integrasi sawit dan
sapi, yaitu memelihara sapi di kebun sawit. Sapi dapat makan
rumput-rumputan atau gulma, sedangkan kotorannya bisa digunakan sebagai
pupuk organik. Demikian pula sapi dapat digunakan sebagai alat angkut di
kebun sawit. Program ini tampak bagus sekali secara teori. Kalau tidak
salah dulu yang mengkaji-nya adalah Puslit Peternakan yang ada di jalan
Padjadjaran Bogor. Dari sisi petani juga sangat menguntungkan, karena
sapi bisa dijadikan tabungan. Kalau lebaran haji atau jika perlu bisa
dijual dan hasilnya bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain.
Saya tidak tahu dengan pasti, apakah dalam melakukan kajian ini juga
menggunakan ‘kacamata’ orang kebun. Khususnya yang di perkebunan besar
tidak hanya perkebunan rakyat. Ketika jumlah-jumlah sapi itu sedikit,
semua memang masih oke-oke saja. Sapi makan kenyang, petani senang dan
kebun juga tidak apa-apa. Akan tetapi setelah jumlah sapi-sapi itu mulai
banyak, beranak-pinak, jumlahnya membludak, mulailah masalah itu
muncul.
Awalnya memang si sapi-sapi itu hanya makan rumput-rumputan yang ada di
sekitar pokok tanaman sawit. Ketika rumputnya kurang sapi mulai mencari
sumber pakan alternatif….(seperti manusia saja…..). Sasaran pertama
adalah yang paling dekat dengan dia, yaitu daun-daun kelapa sawit.
Mungkin di awalnya agak ngak enak, tetapi setelah dicoba suka juga
sapi-sapi itu. Bahkan lebih menikmati daun sawit daripada rumput. Si
sapi juga mencoba mencicipi brondolan (buah sawit yang jatuh). Karena
banyak minyaknya, mungkin lebih enak rasanya.
Sejak saat itu, sapi-sapi mulai makan daun sawit. Pertama yang disikat
tentunya daun yang paling rendah. Setelah habis daun yang rendah, pindah
ke daun yang agak tinggi. Bahkan sapi bisa memanjat (dua kaki depan
disandarkan ke pokok sawit) untuk mendapatkan daun-daun sawit yang
lezat. Sawit-sawitnya memang semakin gemuk, maklum makan minyak dari
brondolan.
Akan tetapi ini awal petaka bagi kebun sawit. Tanaman penutup tanah
seperti Mucuna dilalap habis oleh sapi. Banyak tanaman-tanaman muda yang
merana hidupnya karena daunnya tinggal lidinya saja, seperti kena hama
ulat api saja. Yang paling rentan tentunya di TMB I – III, TBM I bisa
mati karena tanamannya masih kecil-kecil. TBM III bisa bertahan sedikit.
Saya dengar dari pihak kebun, pernah dilakukan sensus untuk sapi-sapi
ini dan jumlahnya mencapai 18000 ekor dalam satu kebun. Perhatikan di
foto-foto bawah ini, segerombolan sapi dengan jumlah sekitar 40 – 50
ekor sedang istirahat setelah menyantap makan paginya.
Ketika jumlahnya semakin besar, sapi ini sudah berubah menjadi hama baru
bagi perkebunan sawit. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti upaya
persuasive kepada masyarakat, melalui kepala desa, camat, rt, rw dan
pemuka masyarakat setempat. Tetapi tidak mempan. Lalu dicoba membuat
parit pembatas. Tidak berhasil juga. Lalu dicoba mempersempit areal
gembalaan, e….sapinya dengan kreatif mencari cara untuk bisa makan
daun-daun sawit muda. Agak repot lah..apalagi berhadapan dengan rakyat:
kekuatan massa.
Pihak Deptan, khususnya Puslit Perternakan mungkin perlu mengkaji ulang
dampak integrasi sapi dan sawit ini. Apakah masih layak dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak? Mungkin petani untung, tetapi
kalau kebunnya jadi buntung juga tidak pas. Karena menurut pihak kebun,
sapi-sapi ini sudah menjadi hama baru bagi perkebunan sawit.
Kawanan sapi sedang santai setelah sarapan pagi. Perhatikan bagaimana meranananya pohon sawit disampingnya.
Sumber : lihat disini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar