KOMPAS.com — Setelah unit bisnis ponsel dan layanan
Nokia dibeli Microsoft, Nokia akan bernasib sama seperti Ericsson.
Perusahaan asal Swedia itu telah meninggalkan bisnis ponsel dan
mengandalkan bisnis infrastruktur jaringan telekomunikasi.
Ponsel
merupakan bisnis inti Nokia. Ibarat tubuh, Microsoft telah membeli
organ jantung Nokia yang selama ini memompa darah untuk grup perusahaan.
Berdasarkan
kesepakatan, Microsoft harus mengeluarkan dana 5 miliar dollar AS untuk
membeli bisnis perangkat dan layanan Nokia, serta 2,2 miliar dollar AS
untuk lisensi patennya. Jika ditotal, maka Microsoft harus merogoh kocek
7,2 miliar dollar AS.
Sekitar 32.000 karyawan Nokia rencananya
akan ditransfer ke Microsoft. Sebanyak 18.300 karyawan di antaranya
terlibat langsung dalam pembuatan produk perangkat dan layanan Nokia.
Kini,
Nokia harus berjuang dari tiga unit bisnis yang tersisa, yang tidak
dibeli Microsoft. Ketiga unit bisnis itu adalah layanan peta digital dan
lokasi (Nokia Here), pengembangan teknologi (Advanced Technologies),
serta infrastruktur jaringan dan layanan telekomunikasi (Nokia Solutions
and Networks).
Sebanyak 56.000 karyawan akan tetap berada di bawah manajemen Nokia Group yang berkantor pusat di Espoo, Finlandia.
Seperti Ericsson
Bisnis
infrastruktur telekomunikasi bisa menjadi salah satu bisnis andalan
Nokia di masa depan. Pergeseran fokus bisnis semacam ini sebelumnya
pernah dialami Ericsson ketika membentuk perusahaan patungan Sony
Ericsson bersama Sony pada Oktober 2001.
Sejak saat itu Ericsson
tidak berharap banyak pada bisnis ponselnya dan mengerahkan sumber
dayanya untuk bisnis infrastruktur telekomunikasi.
Hingga
akhirnya, Ericsson melepas 50 persen sahamnya dalam perusahaan patungan
kepada Sony. Pada Februari 2012, Sony membayar 1,29 miliar dollar AS
atas saham Ericsson. Era Ericsson dalam bisnis ponsel pun berakhir.
Nokia
beruntung sudah mengantisipasi pergeseran bisnis utama, dari ponsel
menuju infrastruktur jaringan telekomunikasi. Pada Agustus 2013 lalu,
Nokia telah membeli 50 persen saham Siemens dalam perusahaan patungan
Nokia Siemens Network, sebesar 1,7 miliar euro.
Nokia Siemens
Networks kemudian berubah nama menjadi Nokia Solutions and Networks.
Rajeev Suri dipertahankan untuk menjabat sebagai CEO perusahaan
tersebut.
"Nokia baru yang sekarang ini tidak seksi dan tidak
akan memiliki pertumbuhan yang spektakuler, tetapi tidak akan menderita
kegagalan spektakuler juga," kata Daniel Lacalle, manajer senior
portofolio di Ecofin asal Inggris.
"Nokia akan jauh lebih kompetitif karena tidak akan membuang-buang uang lagi," lanjutnya, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (4/9/2013).
Bloomberg
melaporkan, unit bisnis infrastruktur jaringan telekomunikasi Nokia
baru bisa meraih keuntungan setelah enam tahun lalu selalu mengalami
kerugian. Unit bisnis ini berkembang setelah menawarkan teknologi 4G
LTE.
Chief Financial Officer Nokia Timo Ihamuotila, yang juga
menjabat sebagai presiden sementara, mengatakan bahwa Nokia Solutions
and Networks adalah perusahaan yang sangat efisien dan dapat
berinvestasi dengan cara bijaksana.
Persaingan bisnis infrastruktur jaringan semakin ketat
Bisnis
infrastruktur jaringan telekomunikasi saat ini makin disesaki oleh
perusahaan asal China yang berani memberi harga lebih murah. Baik
Ercisson, Nokia Solutions and Networks, Alcatel-Lucent, Huawei, maupun
ZTE berlomba menjalin kerja sama dengan operator seluler untuk
memperbarui infrastruktur telekomunikasinya menuju teknologi 4G LTE.
"Teknologi
4G adalah bisnis dengan margin tinggi karena ada teknologi baru yang
dipatenkan, dan hanya ada beberapa pemain yang menawarkan itu," kata
Mikko Ervasti, analis dari Evli Bank di Finlandia.
Menurut
lembaga riset Gartner, Nokia Siemens Networks (sekarang Nokia Solutions
and Networks) menguasai 15 persen pangsa pasar peralatan jaringan
seluler global pada akhir 2012. Posisi pertama masih ditempati Ericsson
dengan 35 persen, lalu diikuti Huawei asal China dengan 17 persen.
Beberapa
analis percaya Nokia Solutions and Networks bisa menjadi bisnis yang
solid bagi Nokia. "Ini akan mendapatkan keuntungan baru, dengan
menawarkan upgrade teknologi 4G. Ada peluang untuk menjadi
pemasok besar untuk jaringan dan peralatan telekomunikasi di seluruh
dunia," tutur Hannu Rauhala, analis Pohjola Bank di Finlandia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar